BUDAYA JAWA DALAM SEBUAH NOVEL


Review Novel Canting
Oleh: Raihana Mahmud


Cover Depan Canting
Pada mulanya, saya tidak tertarik untuk membaca kisah ini. Kisahnya dibagikan secara bersambung untuk bacaan semua di Facebook (FB) penulisnya, Fissilmi Hamida. Kami tergabung juga di sebuah grup menulis secara online melalui aplikasi WhatsApp (WA). Hari ke hari, saya semakin terpengaruh karena membaca komentar dari teman-teman yang sudah terlebih dahulu mengikuti kisahnya. Semakin lama semakin heboh. Akhirnya, saya pun mulai tergelitik dan mengarahkan telunjuk untuk menyentuh layar gawai menuju aplikasi FB. Satu persatu episode mulai saya baca dan mulai menimbulkan ketertarikan yang luar biasa. Mengapa?

Saya pribadi sangat meminati mempelajari sejarah dan peradaban. Saya cukup betah membaca buku-buku mengenainya atau menyaksikan berbagai tontonan di televisi yang ada kaitan dengan dua hal tersebut. Nah, kali ini, sejarah dan peradaban, yang kata banyak orang adalah sesuatu yang membosankan, disaji begitu indah dan menarik melalui rangkaian kata menjadi kalimat-kalimat yang tidak pernah membosankan sama sekali. Membaca buku-buku sejarah dan peradaban yang serius sering sangat membosankan, tetapi berbeda sekali saat keduanya dikemas dalam sebuah novel. Membacanya melahirkan kecanduan, ketagihan. Rasa ingin tahu dan penasaran semakin membesar setiap membaca bagian per bagian. Apalagi selepas ini?

Penulis begitu bijak dan jeli menuliskannya. Tanpa terasa pembaca telah digiring mempelajari sejarah, peradaban dan kebudayaan, tanpa sempat merasa bosan sama sekali. Begitulah yang saya rasakan. Nasehat-nasehat Simbok kepada Sekar, kiasan-kiasan yang disampaikan Hadi kepada Sekar, begitu nikmat dibaca. Dari seorang yang kurang tahu tentang budaya Jawa, saya menjadi lebih tahu dan makin ingin tahu tentangnya.

Sosok Hadi adalah sosok seorang suami ideal yang didambakan semua perempuan di dunia. Kaya, pintar, baik budi, penuh kasih sayang adalah satu paket lengkap. Keterpurukannya saat musibah menimpa, adalah sebuah kondisi nyata yang memang sering terjadi sehari-hari. Tidak seluruhnya cerita tentang Hadi adalah semua yang baik-baik saja. Begitu juga penceritaan tentang tokoh yang lain. Penceritaan sisi-sisi romantis dalam novel ini, menurut saya kadarnya cukup. Wajar dan tidak berlebihan. Semua mengikuti aturan-aturan yang seharusnya dalam agama. Unsur beginilah yang menurut saya lebih menjadikan novel ini luar biasa, lebih berpijak ke bumi, lebih nyata. Tidak terlalu berlebihan ala-ala kisah sinetron yang banyak dipertontonkan kepada masyarakat saat ini.

Saya berharap, kalau sekiranya novel ini difilmkan, tetap mempertahankan konsep demikian. Konsep nyata yang berpijak kepada dunia sebenarnya, bukan dunia penuh kemewahan, kehidupan bebas atau dendam dan muslihat saja. Rindu menyaksikan drama-drama bagus yang diangkat ceritanya dari novel-novel hebat, seperti Siti Nurbaya. Semoga Canting, jika difilmkan nantinya, bisa tetap menjaga kesederhanaan seperti yang tergambar dalam cerita tertulisnya. Dan, menjadi sehebat drama televisi Siti Nurbaya satu masa dulu.

Bagian lain yang paling saya suka adalah nasehat dengan kiasan-kiasan khas Jawa. Penulis berhasil menuliskannya dengan baik dan sangat mudah dipahami oleh saya, yang bukan seorang turunan Jawa. Penjelasan tentang berbagai ciri batik, juga sangat menarik bagi saya. Begitu banyak filosofi Jawa yang diterapkan ke semua aspek kehidupan masyarakatnya dalam buku ini. Penjelasan yang ringan dan menarik, sehingga tidak menjadikannya membosankan. Padahal mempelajari filsafat akan sangat membosankan bagi siapa yang tidak meminatinya. Namun, saya yakin sedikit yang akan bosan dengan berbagai konsep-konsep filsafat yang dipaparkan dalam novel ini. Penulis benar-benar membawa topik-topik membosankan ke dalam novel dengan penceritaan yang sangat luwes dan lancar, sehingga nyaris tidak terasa ada banyak ilmu berat di dalamnya.

Sebuah novel yang sukses membawa budaya Jawa lebih dikenal dan semakin dekat dengan seluruh lapisan masyarakat. Tidak hanya bagi yang berketurunan Jawa, tetapi juga masyarakat Indonesia lebih luasnya.  Sukses untuk penulisnya. Memang tidak rugi membaca dan memiliki novel ini.




Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

SUNGAI CHINCHIN, KAMPUNG DI PINGGIR BANDAR

INFINITY

FENOMENA BEBEK SINJAY: Bangkalan vs Pandan Indah