SUNGAI CHINCHIN, KAMPUNG DI PINGGIR BANDAR
Namanya begitu sering disebut teman-teman dari Indonesia, yangs sedang melanjutkan pendidikan di Univeristi Islam Antarabangsa (UIA), atau sering disingkat juga dengan IIUM (International Islamic University Malaysia). Sungai Chinchin, begitu namanya dikenal. Sebuah nama yang membuat penasaran dan berniat mengunjunginya satu hari nanti.
Sungai Chinchin adalah sebuah kampung di pinggiran Gombak, Selangor. Lokasinya tidaklah terlalu jauh dari rumah. Hanya 25 menit, bila jalan tidak macet. Begitulah Waze memaparkannya di layar handphone.
suasana salah satu jalan masuk ke Sg. Chinchin |
Kemarin, saya diberi kesempatan mengunjunginya. Memberanikan diri mengendarai mobil sendiri ke sana, ditemani Kak Aya. Panduan yang diberikan oleh aplikasi maps yang ada, sangat menolong. Kami diantar tepat di depan rumah yang dituju. Setelah mencari parkir yang sesuai, kami pun mencari rumah yang dituju. Suasana panas yang cukup terik menyambut kedatangan. Di kawasan tersebut berjejer deretan rumah-rumah, yang disewakan, umumnya untuk mahasiswa-mahasiswa dari Indonesia, yang belajar di UIA. Karena lokasinya memang tidak terlalu jauh dari kampus.
Suasana pemukiman yang cukup crowded, begitu kesan pertama saat memasuki daerah ini. Dengan jalan yang sempit, hanya bisa dilalui satu mobil pada satu waktu, langsung mengimbas kenangan saat mengunjungi Bandung, beberapa tahun lalu. Jalan yang naik turun, berkelok di tempat yang sempit, memang sangat menantang kemahiran mengendarai mobil. Sangat cocok untuk meningkatkan skill menyetir. Kesan lain yang tertangkap, waah...kayak kampung...! Iya, suasananya sangat tenang, jauh dari hiruk pikuk kenderaan yang lalu lalang. Di sekeliling kampung terlihat bukit dengan pohon-pohon yang rindang menghijau.
Penduduk duduk santai di pondok kecil yang didirikan di depan komplek perumahan yang kami tuju. Menikmati sebatang rokok dan secangkir kopi. Ada sebuah warung juga di belakang pondok tersebut. Benar-benar suasana khas sebuah pedesaan. Seperti desa-desa di Aceh dan mungkin juga desa-desa lain di Indonesia.
Kampung Sungai Chinchin, sudah ada sejak tahun 1880. Awalnya merupakan daerah pertanian. Kemudian berkembang menjadi sebuah perkampungan saat kehadiran Tuan Sheikh Muhammad Nor Al-Kholidi. Menurut kisahnya, tanah tersebut merupakan tanah yang dihadiahkan Sultan Selangor masa itu kepada Tuan Sheikh. Beliau telah merubah kawasan tersebut menjadi sebuah perkampungan ilmu yang cukup terkenal.
Tuan Sheikh Muhammad Nor Al-Kholidi, berketurunan Mandailing, dari Penyambungan, Sumatra Utara. Adalah seorang khalifah ke 35 Tareqat Naqsyabandiah dan terkenal sebagai wali Allah, yang keramat. Beliau berhasil menjadikan Kampung Sungai Chinchin sebuah kampung yang menerapkan syariat Islam dalam pemerintahannya. Beliau juga telah menjadikan kampung itu sebuah pusat ilmu, terutama untuk mempelajari Islam. Sebuah sekolah agama didirikan dan masih kokoh berdiri sampai saat ini. Seiring dengan pembukaan kawasan ini, Tuan Sheikh juga mendirikan sebuah masjid sebagai tempat berkumpul dan beribadah. Masjid pertama itu pun masih berdiri sampai saat ini. Alangkah sayangnya, saya tidak dapat mengunjungi kedua peninggalan sejarah tersebut kemarin, karena sudah terlalu petang dan harus segera pulang. Mudah-mudahan masih berkesempatan untuk mengunjungi kampung ini nanti.
Nama Sungai Chinchin diberikan karena ada sebuah peristiwa satu masa dulu. Dimana, seorang pelawat, terjatuh cincinnya ke sungai yang ada di kampung tersebut. Cincin itu ditemui karena bantuan Tuan Sheikh, yang hanya memasukkan tongkatnya ke sungai dan begitu diangkat, cincin yang dimaksudkan sudah tersangkut di tongkatnya. Dari kisah itulah awalnya nama kampung ini dikenal sebagai Kampung Sungai Chinchin. Sungguh sebuah perjalanan yang sedikit mengurai rasa penasaran saya tentang Sungai Chinchin. Semoga ada kesempatan mengunjunginya lagi untuk melihat peninggalan sejarah dan mendengar cerita penduduknya secara langsung.
Nama Sungai Chinchin diberikan karena ada sebuah peristiwa satu masa dulu. Dimana, seorang pelawat, terjatuh cincinnya ke sungai yang ada di kampung tersebut. Cincin itu ditemui karena bantuan Tuan Sheikh, yang hanya memasukkan tongkatnya ke sungai dan begitu diangkat, cincin yang dimaksudkan sudah tersangkut di tongkatnya. Dari kisah itulah awalnya nama kampung ini dikenal sebagai Kampung Sungai Chinchin. Sungguh sebuah perjalanan yang sedikit mengurai rasa penasaran saya tentang Sungai Chinchin. Semoga ada kesempatan mengunjunginya lagi untuk melihat peninggalan sejarah dan mendengar cerita penduduknya secara langsung.
Comments
Post a Comment