KAURI MOLOD





Daerah Istimewa Aceh, nama megah yang diberikan Indonesia untuk negeri kelahiranku dulu. Sebuah negara dengan keistimewaan untuk menerapkan otonomi mengurus daerahnya sendiri. Berganti menjadi Nanggroe Aceh Darussalam, lama kemudian, yaitu tahun 2002. Dan, pada tahun 2009, kembali diubah hanya dengan sebutan Provinsi Aceh. Keistimewaan Aceh sampai saat ini adalah mengenai keagamaan masyarakatnya. Mayoritas penduduknya beragama Islam. Aceh juga dikenal sebagai Serambi Mekah. Mengapa?
Aceh merupakan tempat pertama masuknya Islam ke Nusantara. Pada masa dahulu, Aceh juga menjadi tempat persinggahan dan pangkalan bagi jamaah haji Nusantara, yang akan pergi ke tanah suci. Aceh juga pernah menjadi kiblat ilmu pengetahuan, satu masa dahulu, dengan adanya Jami’ah Baiturrahman (Universitas Baiturahman). Berbagai fakultas ada saat itu dan mahasiswanya berasal dari berbagai belahan dunia. Aceh juga pernah diiktiraf sebagai pelindung bagi kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Atas beberapa sebab tersebutlah akhirnya Aceh dikenal sebagai Serambi Mekah.
Tulisan ini ingin menyoroti satu tradisi di sana yang sampai saat ini masih kekal diadakan. Bahkan warga Aceh yang berada di luar pun tetap melestarikannya. Tradisi itu adalah perayaan kelahiran junjungan besar kita, Nabi Besar Muhammad SAW.

Di Aceh, perayaan kelahiran Nabi Muhammad, atau biasa disebut Maulud, kadang-kadang sebutan ringkasnya jadi Molod, adalah satu tradisi yang amat dinantikan hampir seluruh masyarakat. Tradisi ini bisa berlangsung lebih dari sebulan setelah Rabiulawal berakhir. Semua mesjid di kampung atau di kota punya program khusus untuk merayakannya. Program tidak hanya diisi ceramah oleh penceramah kondang. Tapi juga diisi dengan berbagai perlombaan berkaitan keagamaan, yang biasanya dikhususkan untuk anak-anak dan remaja.

Tradisi paling istimewa yang selalu dinantikan masyarakat adalah KENDURI MAULUD atau Kauri Molod,  Sehingga beredar satu ungkapan bulan maulud adalah bulan perbaikan gizi. Terutama bagi anak kos, mahasiswa dari rantau atau orang bujang. Kenapa demikian? 


Kenduri Maulud diadakan oleh hampir seluruh mesjid atau mushalla di Aceh. Selama lebih sebulan biasanya ada saja mesjid atau mushalla yang mengadakan kenduri. Jadi biasanya, kita bisa keliling ke seluruh tempat tersebut secara bergilir. Bisa setiap minggu, bisa juga setiap hari. Jadi wajarkan, kalau bulan ini disebut bulan perbaikan gizi.

Hidangan yang disajikan untuk kenduri adalah dari partisipasi masyarakat kampung. Biasanya setiap rumah ditetapkan mengantarkan sejumlah hidangan ke surau. Hidangan berupa nasi putih dengan lauk pauknya. Nasi biasanya dibungkus daun pisang dengan model lipatan khas Aceh. Nasi ini disebut BU KULAH. Bu berarti nasi. Kulah berarti bungkus. Jadi bu kulah artinya nasi bungkus. Daun pisangnya dilayukan dulu di atas api. Bau harum yang keluar dari daun pisang itu khas sekali, nasi pun semakin wangi karenanya.


Lauk yang sering disertakan dalam hidangan adalah telur lado, ayam kampung masak merah, daging masak putih atau merah atau udang masak aceh. Kadang-kadang juga ada sayur kacang panjang dengan kelapa gongseng. Yang penting yang kering-kering. Kerupuk tidak ketinggalan. Dilengkapi juga penganan tradisional khas Aceh. Seperti timphan, pengat pisang, dan lain-lain.

Sementara itu mesjid/mushalla akan menyediakan kuah boh panah (gulai nangka), atau di beberapa tempat memasak kuah beulangong. Isinya adalah campuran daging sapi dengan nangka muda atau pisang muda, yang dilengkapi beraneka bumbu untuk kari khas Aceh. Gulai dimasak secara gotong royong oleh masyarakat kampung. Setelah masak, gulai akan dibagikan ke semua yang datang ke kenduri maulud tersebut. Dan, dihidangkan bersama bu kulah + lauk pauk yang disumbangkan masyarakat. Bahagian inilah yang paling dinanti masyarakat.

Bu kulah akan dihidangkan teratur satu per satu di dalam mesjid/mushalla. Lengkap dengan gulai dan lauk pauk, air dan penganan lainnya. Setiap yang datang akan duduk di bagian masing-masing dan mulai menyantap hidangan beramai-ramai. 
Suasana silaturahmi terjalin dengan baiknya. Yang tidak saling kenal jadi kenal. Yang sudah kenal pun lebih akrab. Suasana demikian tidak pernah lagi saya jumpai sejak berhijrah ke Kuala Lumpur. 

Untuk tingkat propinsi pula, Aceh punya program Maulid Akbar. Saya bersyukur pernah ikut berpartisipasi menjadi panitia, saat Maulid Akbar pertama sekali diadakan beberapa tahun lalu. Kegiatan biasanya dipusatkan di Mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, mesjid kebanggaan rakyat Aceh. Program dikelola sama seperti di kampung-kampung. Hidangan yang dihidangkan juga adalah sumbangan dari masyarakat. Bedanya adalah tanggung jawab diserahkan ke kabupaten/kotamadya yang ada di Aceh. Biasanya disediakan oleh ibu-ibu PKK di masing-masing daerah.

Inti dari semua kegiatan yang saya ceritakan di atas adalah betapa berkumpul bersama-sama merayakan kelahiran Nabi Muhammad menjadi tradisi yang tidak lapuk ditelan jaman. Walau banyak pro dan kontra tentang bentuk dan setuju tidak setujunya dirayakan. Tapi semua punya tujuan yang sama, yaitu mengenang kembali kisah-kisah perjalanan hidup junjungan kita. Walau beda cara tapi punya tujuan yang sama.

Comments

  1. Setiap daerah punya cara sendiri memperingati maulud nabi, kalo di daerah ku namanya uduk an

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

SUNGAI CHINCHIN, KAMPUNG DI PINGGIR BANDAR

INFINITY

FENOMENA BEBEK SINJAY: Bangkalan vs Pandan Indah