MENGENANGMU ….
Kuterima sebuah
pesan ringkas pagi itu, mengabarkan kau sedang dirawat di Rumah Sakit Umum
Zainoel Abidin (RSUZA), Banda Aceh. Koma, tidak sadar. Berada di ruangan rawat
intensif (ICU). Aku langsung meneruskan pesan tersebut kepada keluarga di
Darussalam. Tidak ada balasan dari sana. Aku tidak pasti apakah mereka sudah
mengetahui atau belum berita tersebut. Tiba-tiba, tidak berapa lama, tak sampai
hitungan jam sejak aku mengirimkan berita, adik-adik menyampaikan kabar, bahwa
kau telah kembali kepada-Nya.
Inna lillahi wa
inna ilaihi rajiun.
Sesungguhnya
kami adalah kepunyaan Allah, dan kepada Allah jualah kami kembali.
Tidak ada
seorang pun yang bisa membuka tabir rahasia satu itu. Meskipun seorang dokter
mampu memprediksi secara kasar, tapi tetap saja, mereka tidak mampu menandingi
Tuhan, Sang Pencipta. Ini adalah ceritaku, mengenang abang sepupuku, Muazzim
Hamzah, yang telah kembali ke pangkuan-Nya, Sabtu, 28 Juli 2018, lalu.
Sewaktu kecil,
aku dan dia termasuk dekat dan akrab. Mungkin karena umur kami tidak berbeda
jauh dan sama-sama anak sulung. Etek, ibunya, adalah adik perempuan
satu-satunya ayahku, pernah menceritakan, kalau kami punya kebiasaan yang sama
juga, yaitu jika mengambil wudu, maka baju kami akan basah semuanya. Seiring
waktu, kedekatan kami mulai berkurang. Karena kami tinggal berjauhan dan aku
beserta keluarga sudah jarang pulang ke Samalanga, sebagai tempat berkumpul
keluarga besar ayahku, sejak Ayah meninggalkan kami, bertahun lalu. Kesibukan
masing-masing juga mulai merenggangkan kedekatan kami.
Beberapa tahun
belakangan ini, kau berada dalam kondisi kurang sehat. Alhamdulillah, setiap
pulang ke Banda Aceh, kuusahakan semaksimal mungkin mengunjungi Etek. Karena
hanya Eteklah satu-satunya saudara kandung Ayah yang masih hidup. Beberapa kali
kunjunganku ke Sigli, di mana Etek tinggal, aku juga bertemu denganmu.
Pertemuan terakhir kita adalah November 2017.
Aku melihat kau
tersenyum menyambut kedatangan kami. Pada pertemuan terakhir tahun lalu. Kita
bersama-sama membuka album lama, yang berisi foto-foto kita semasa kecil. Salah
satunya adalah foto yang kujadikan pengiring tulisan ini. Aku tidak ingat sama
sekali saat bila foto ini diambil. Aku terus mendokumentasikan beberapa foto melalui
handphone untuk kusimpan sebagai kenangan. Kau terus bercerita tentang
foto-foto tersebut. Terlihat semangat yang menggebu, saat kau bercerita. Aku
tersenyum dan terus memberikan semangat padamu. Semangat yang diperlukan untuk
sembuh. Sebelumnya. aku telah menerima pesan dari adikmu, yang memberitahu
bahwa semangatmu sering naik turun beberapa waktu kebelakangan. Sedih mendengarnya,
sehingga aku sama sekali tidak ingin bercerita tentang penyakit yang sedang
dideritanya. Bagiku, bertanya-tanya tentang penyakit yang sedang diderita
seseorang, sama saja dengan membangkitkan aura negatif tentang kondisinya. Jadi, aku sangat menghindari itu setiap
mengunjungi kenalan, sahabat, teman dan saudara yang sedang sakit. Aku tidak
suka bercerita tentang penyakit mereka. Yang kulakukan biasanya adalah
mengompori mereka dengan kata-kata semangat.
Semangat untuk sembuh dan sehat. Atau bercerita yang indah-indah saja,
sebagai upaya membawa mereka lupa tentang sakitnya.
Aku dan Bang Muazzim, sewaktu kecil |
Belum genap
seminggu kau meninggalkan kami. Semua urusan mengantarmu ke peristirahatan terakhir berjalan lancar. Semua
seolah-olah dimudahkan-Nya. Apakah itu sebab sakitmu atau karena kebaikanmu
selama hidup. Namun, engkau yang kukenal memang seorang yang baik. Aku juga
tidak tahu apakah sakitmu itu, kau rasakan sebagai nikmat, bukan derita yang
diberi Allah padamu. Sehingga Allah membalasnya dengan memudahkan semua
urusanmu. Semoga begitulah hendaknya.
Kenangan
bersamamu akan tetap tertanam dalam memori kami semua. Beristirahatlah dengan
tenang di sana. Allah telah mencukupkan urusanmu di dunia. Semoga kau
ditempatkan-Nya bersama orang-orang saleh. Alfatihah …!
Comments
Post a Comment