MEMIMPIN SEBUAH KOMUNITAS SOSIAL (1)
Jalan masuk ke kawasan Pantai Alue Naga, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh |
Setiap kita
adalah pemimpin. Paling tidak adalah pemimpin untuk diri sendiri. Masing-masing
kita mempunyai karakteristik tersendiri untuk mengendalikan siapa pun yang kita
pimpin. Termasuklah saat memimpin diri sendiri.
Memimpin diri
sendiri sangat berbeda dengan saat kita memimpin orang lain. Saat kita memimpin
diri sendiri, kita akan banyak berkompromi untuk melakukan sesuatu. Pantas
tidak pantas, perlu tidak perlu. Semuanya kita putuskan sendiri. Hasil dari
keputusan tersebut pun kita pertanggungjawabkan sendiri.
Tidak begitu
bila kita memimpin orang lain, di luar diri sendiri. Semua keputusan harus
mempertimbangkan kepentingan bersama. Bukan hanya memperhatikan kepentingan
pribadi salah seorang atau yang menjadi pemimpin. Jadi, sudah seharusnya tidak ada
pertentangan yang perlu dilakukan, jika sebuah keputusan sudah diumumkan. Karena itu adalah hasil musyawarah dan
perbincangan bersama.
Sebuah
organisasi atau komunitas, tentu punya misi dan visi tersendiri. Masing-masing
punya tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Pencapaian itu pasti akan sangat
berguna untuk pengembangan komunitas atau organisasi tersebut ke depan. Setiap
kita berniat memasuki sebuah komunitas, pasti kita sudah mempelajari kiprah
luar dalam komunitas tersebut. Kalau memang sesuai dengan apa yang kita hajati,
biasanya kita tidak akan berpikir lama untuk ikut serta di dalamnya. Seharusnyalah
kita mempunyai kesadaran yang penuh saat memilih untuk memasukinya. Sehingga
tidak ada alasan untuk meninggalkannya, yang seolah-olah tidak setuju dengan
misi visi organisasi. Walhal dari awal kita sudah dikenalkan dengannya.
Menjadi
sebagian dari komunitas berarti kita sudah siap dengan segala konsekuensi dan
peraturan yang telah diatur di komunitas tersebut. Dan, sudah selayaknyalah
kita mematuhinya. Saat sanksi diberikan karena ketidakpatuhan, itu adalah
perkara yang biasa. kondisi tersebut adalah hal biasa diterapkan komunitas mana
pun. Kalau memang ada yang tidak setuju, maka itu juga adalah hal yang biasa. Masing-masing
kita punya hak individual terhadap itu. Dan, jika memang sudah tidak merasa
nyaman dan tidak sesuai lagi dengan apa yang diharapkan, maka tidak ada seorang
pun berhak melarang kita untuk keluar. Intinya kebahagian, kenyamanan adalah
milik pribadi. Orang di luar kita, tidak punya wewenang mengatur dan menetapkan
apa yang harus dilakukan.
Kenyataan saat
ini, banyak faktor-faktor yang menghalang
seseorang untuk mengekspresikan apa yang diinginkannya. Mereka membiarkan saja,
seandainya ada banyak kepincangan dan ketidakbenaran dalam sebuah komunitas
yang mereka sertai. Bahkan ikut larut di dalamnya. Berbagai alasan bisa jadi
penyebab. Semua adalah pilihan masing-masing. Untuk tetap mengikuti arus atau
melawannya. Kalau saya berada pada kondisi demikian, maka saya akan memilih
kebahagiaan pribadi. Sekiranya memang sudah tidak nyaman dan menyenangkan, saya
akan meninggalkannya.
Banyak komunitas
yang saya tinggalkan atas sebab-sebab prinsipal yang tidak sesuai dengan apa
yang saya yakini. Misalnya jam karet, tidak pernah on time saat
mengadakan sebuah program. Kalau sebab yang diberikan wajar, maka bisa jadi
pertimbangan untuk menerima. Tapi, jika sebab yang diberikan tidak masuk akal
dan terjadi berulang kali, memang sudah waktunya hengkang dari komunitas
tersebut. Buat apa kita meneruskan langkah dalam sebuah komunitas yang tidak
memberikan pengaruh baik pada hidup dan kehidupan kita. Sungguh akan sangat
sia-sia jika diteruskan.
Ada beberapa
sebab lain juga yang menjadi alasan saya bergabung dengan sebuah komunitas. Saat
ini, banyak komunitas yang awalnya terbentuk dari kegiatan online. Menjahit
bersama, menulis bersama, memasak bersama atau bahkan berniaga bersama. Semua komunitas
itu menggabungkan berpuluh bahkan mungkin beratus pribadi manusia di berbagai
tempat dengan beribu karakter. Komunikasi melalui alam maya bukan semudah
berkomunikasi di alam nyata. Bahasa tulisan yang disebarkan dalam ruang chat,
jika tidak dibaca dan dipahami dengan tepat, sering menimbulkan salah paham dan
akhirnya berefek pada kondisi panas dalam grup. Ungkapan yang mungkin ditulis hanya bermaksud
gurauan, sering diartikan salah oleh yang membaca. Peraturan yang ditulis
dengan penuh kehati-hatian dan pertimbangan matang pun, masih disalah artikan
sebagai usaha berbau-bau kediktatoran. Padahal disiplin perlu ditegakkan untuk
menjadikan grup sebagai sebuah komunitas yang sesuai dengan misi dan visi yang
diinginkan.
Bersambung…
#onedayonepost
#nonfiksi
Comments
Post a Comment