TSUNAMI ACEH-THE BIG DISASTER

Tiang penopang jembatan yang hancur diterjang gelombang tsunami.
Jembatan ini menghubungkan Alue Naga dan Tibang
Tiga belas tahun lalu, tepatnya 26 Desember 2004, propinsi paling ujung barat Indonesia, ditimpa musibah yang terbesar abad ini. Gempa bumi dahsyat berskala 9.5 SR, menggoncang bumi Aceh, bumi Serambi Mekah. Gempa itu disusul dengan bencana lain yang tidak terlalu familiar bagi masyarakat Aceh saat ini. Bencana yang dikenal dengan sebutan tsunami itu, menyapu habis daerah pesisir pantai di beberapa wilayah barat sampai ke utara Aceh.

Tsunami berasal dari perkataan Jepang. Tsu adalah pelabuhan, nami pula berarti gelombang.  Secara harfiah bisa diartikan sebagai ombak besar di pelabuhan. Secara lengkapnya dapat diartikan sebagai perpindahan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut terjadi disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau hantaman meteor di laut. Gelombang tersebut bisa merambat ke berbagai arah, dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Ketinggian di laut hanya sekitar 1 meter, sehingga laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang berkurang hingga sekitar 30 km per jam, tapi ketinggiannya meningkat sehinga puluhan meter. (Wikipedia)

Gambaran kondisi begitulah yang terjadi di Aceh saat itu. Tidak berapa lama setelah gempa terjadi, air laut naik secara tiba-tiba. Gelombangnya menghantam daerah sekitar tepi pantai sampai sejauh 8 km dari pantai. Penduduk tidak punya waktu banyak untuk menyelamatkan diri. Akhirnya lebih seratus ribu penduduk terkorban dalam musibah itu. Banyak anak kehilangan orang tua atau sebaliknya.

Kalau ditinjau dari sejarahnya, tsunami di Aceh bukanlah peristiwa baru. Masyarakat di Pulau Simeulue, sebuah pulau di Laut Hindia, sudah mengenalnya dari cerita yang disampaikan nenek moyang mereka. Mereka menyebutnya smong. Penduduk di sana sudah diperingatkan dari cerita turun temurun, bahwa jika air laut surut secara tiba-tiba, maka mereka disuruh berlari ke atas bukit, untuk menyelamatkan diri. Sehingga saat kejadian tsunami dahsyat, 2004, tidak banyak korban di sana. Smong pernah terjadi di Simeulue pada 1907, sehingga masyarakat tidak mau bencana begitu terulang kembali dan memakan jiwa yang ramai. Karena adat tutur yang biasa dilakukan di sana, maka cerita tentang tsunami atau smong itu dikenal oleh setiap generasi masyarakatnya. Mereka selalu siap, di saat bencana itu datang melanda wilayah mereka.

Sementara masyarakat di wilayah Aceh lainnya, tidak terlalu akrab dengan kejadian itu. Tidak pernah ada cerita tentang smong yang mereka ketahui sebelumnya. Sehingga banyak kisah yang diceritakan masa itu, bahwa saat kejadian air laut yang surut tiba-tiba, menyebabkan banyak ikan terdampar di tepi pantai. Masyarakat yang sedang berada di sana, berebutan memungut ikan yang sangat banyak. Mereka tidak menyadari bahwa itu adalah tarikan air ke bawah laut, yang disebabkan rekahan karena gempa bumi di bawah laut. Setelah air ditarik, secara tiba-tiba, air tersebut dimuntahkan kembali dalam bentuk ombak bergelombang cukup tinggi dan besar ke bibir pantai dan ikut menghantam kawasan sekitarnya.

Tsunami 2004 adalah tsunami terbesar yang pernah terjadi abad ini. Kawasan yang terpengaruh cukup luas. Bukan hanya Indonesia yang terkena dampaknya. Tetapi juga negara-negara di sekitar Lautan Hindia lainnya, mulai dari Srilanka, Malaysia, Thailand, sampai ke Afrika. Ombak yang mematikan itu melanda negara-negara tersebut dalam jangka waktu sejam sampai beberapa jam setelah gelombang pertama melanda Aceh. Berita tsunami Aceh menjadi berita hangat berbulan-bulan bahkan viral sampai saat ini. Selalu ada cerita dan kisah yang dikongsikan, baik oleh yang langsung mengalaminya atau oleh mereka yang berpartisipasi menjadi relawan saat itu. Peristiwa yang memberi dampak tidak hanya kepada pembangunan fisik di daerah bencana, perdamaian, tetapi juga pada penelitian lebih lanjut tentang tsunami dan efek yang ditimbulkannya.

#onedayonepost
#nonfiksi
#tantanganartikelviral1













Comments

  1. Bunda Irai orang Aceh juga bukan yaa? Tinggal di pesisir Aceh juga ndak bun?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa...saya org Aceh, yang bersuamikan org Perak, Malaysia. Akhirnya saya hijrah ke KL. Rumah kami di Banda Aceh, tidak terlalu jauh juga dari laut. Laut dengan penopang jembatan di foto postingan ini, hanya berjarak +/- 4 km dari rumah. Sewaktu kejadian tsunami 2004, air dari laut tidak sampai menyeberang ke kawasan rumah.

      Delete
  2. Kak Irai,, sy selalu merinding setiap dengar kata tsunami. Sy melihat sendiri bekasnya. ��

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya...saya pulang ke Aceh sebulan setelah kejadian. Saat itu masih banyak tempat-tempat yang belum dibersihkan. Bau anyir laut masih tercium di setiap tempat yang air laut sampai.

      Widhya sudah pernah ke Ace berarti ya?

      Delete
  3. Replies
    1. Memang ngeri. Sewaktu kejadian, saya sempat lost contact dengan family lebih seminggu. Saat melihat langsung sisa-sisa kejadian, luar biasa bencananya. Jarak menjadi sangat pendek. Kita bisa melihat garis pantai dari tempat yg dulunya tidak terlihat garis pantai tsb. Karena semua pemukiman sudah rata dengan tanah.

      Delete
  4. Ngeri jika ingat kejadian tsb, walaupun hanya lewat tv

    ReplyDelete
    Replies
    1. Adik-adik saya meskipun tidak mengalami tsunami, hanya gempanya saja pun trauma beberapa lama dan ingin pergi dari Aceh setelah melihat hancurnya Aceh saat itu.

      Delete
  5. Ngeri jika ingat kejadian tsb, walaupun hanya lewat tv

    ReplyDelete
  6. flashback ke 2004. Bencana besar yg terekam dalam sejarah. Merinding dan ngeri lihatnya meski hanya lewat Tv. Saya tdk bisa bayngkan kalo berada dalam situasi tsb.

    ReplyDelete
  7. Semoga tsunami ga pernah terjadi lagi di Indonesia. Amin.

    ReplyDelete
  8. Saya merinding tiap ingat bencana tsunami. Saat ada tsunami saat bedrest di rumah, terus melihat dari tv update beritanya

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

SUNGAI CHINCHIN, KAMPUNG DI PINGGIR BANDAR

INFINITY

FENOMENA BEBEK SINJAY: Bangkalan vs Pandan Indah