KISAH SEBUAH KELUARGA

Be strong..foto sekumpulan ayam di halaman rumah nenek di kampung,
tetap berkumpul, walau sedang rehat menyejukkan badan.
Di sebuah kampung, hidup sebuah keluarga yang baru saja kehilangan orang yang disayangi. Seorang ayah hebat yang bertubuh kecil, untuk ukuran seorang laki-laki, berkumis tipis dengan kacamata minusnya, telah meninggalkan istri dan tiga orang anak perempuan yang masih kecil-kecil. Lelaki yang sehari-harinya bertugas sebagai guru tersebut, kemana-mana mengendarai Vespa putih, yang cukup digemari saat itu. Senyum yang khas, selalu menghiasi wajahnya, saat melewati jalan yang di kiri kanannya dipenuhi rumah-rumah asri, sambil menyapa tetangga-tetangganya. Sosok yang sangat dikenali di kampung itu telah pergi untuk selama-lamanya. Memenuhi janji kepada Khalik, meninggalkan semua yang disayangi. 

Suara tangisan lirih masih terdengar sayup-sayup. Istri dari lelaki itu kelihatan cukup tabah dan sabar. Seorang perempuan muda, berusia awal 30, berwajah manis, berkulit putih, perwatakannya tenang dengan mata yang teduh. Rambut hitamnya disanggul rapi. Bertutup selendang berwarna putih. Terlihat dia sedang menenangkan putri-putrinya yang masih menangis kehilangan ayah yang mereka kasihi.

Anak bungsunya, yang masih berusia 3 tahun, bertanya dengan perlahan ke ibunya, "Ayah kenapa, Bu? Mengapa ayah diam saja?" Ibunya dengan tenang menjelaskan, "Ayah sudah pergi menjumpai Allah, nak...! Ayah sudah selesai tugasnya di dunia. Ayah sudah tidak dapat berbicara lagi dengan kita. Sekarang kita hanya berempat." Si bungsu mengangguk-angguk, tanpa bertanya lagi. Anak bijak, berkulit putih bersih seperti ibunya, bermata kecil, agak sipit, dengan rambut hitam lurus. Hidungnya mancung, khas hidung orang yang berdarah Arab.  Ya, mereka memang punya darah Arab dan Cina dari moyangnya. 

Tiga beradik tersebut duduk tenang di samping ibunya. Yang tertua, turut membacakan Yassin bersama tetangga dan kerabat yang mengunjungi mereka. Anak tertua berusia 9 tahun. Rambutnya ikal, hitam, dikepang rapi. Memiliki mata yang agak lebar, berbeda dengan adik bungsunya. Hidungnya mancung dengan dagu yang agak runcing. Memiliki lesung pipit kecil di pipi kanannya. Tahi lalat terlihat memenuhi beberapa bagian di wajahnya. Wajahnya teduh, sifat mengayomi dan memimpin sudah nampak, saat dia memeluk dan menenangkan adik keduanya. "Jangan menangis lagi ya, dek..." 

Anak tengah, berkulit agak gelap dibandingkan dua saudaranya yang lain. Rambutnya lurus dan hitam. Bermata agak besar, sama dengan kakaknya. Hidungnya pun mancung dengan dagu yang agak runcing. Tatapannya tajam, orangnya pendiam. Tidak seperti kakaknya, yang agak berani dan pandai bicara. Karena jarak lahir cuma dua tahun, mereka terlihat sangat akrab. 

Suasana masih sunyi dan senyap. Alunan ayat-ayat suci Alquran masih terdengar. Tak berapa lama, jenazah diangkat, setelah disembahyangkan, menuju pemakaman. Mendekati petang, semua prosesi telah selesai dilakukan. Semua kembali ke rumah duka dan menghibur keluarga yang ditinggalkan, Perlahan-lahan semua mulai pergi. Tinggallah mereka berempat dalam kesunyian rumah yang masih berduka tersebut. Tiba-tiba, si anak tua berkata, "Kita harus tetap semangat, biar ayah tidak sedih di sana. Kakak akan jaga semuanya. Jaga ibu dan adik-adik." Si ibu, tersenyum kecil, sambil mengangguk-anggukkan kepala dan membuka tangannya lebar-lebar, sambi memandang si kakak. Si kakak pun bergerak ke arah ibunya dan memeluknya dengan hangat. "Semoga Allah menolong kita jalani hari-hari kita ke depan ya, nak...", ucapnya lirih tapi tegas. Ya, mereka kemudian saling berpelukan dan tersenyum lebar dan menanam keyakinan di hati dan pikiran masing-masing, bahwa mereka mampu melewati semua ini.


===========
Note: 
Ini adalah sebuah kisah fiksi, yang menjadi tugas untuk tantangan minggu ke enam ODOP. Ketentuannya membuat sebuah cerita fiksi dengan deskripsi tokoh yang kuat. Jadi fokusnya adalah pada tokohnya. Mudah-mudahan sesuai dengan ketetapannya.

Comments

Popular posts from this blog

SUNGAI CHINCHIN, KAMPUNG DI PINGGIR BANDAR

INFINITY

FENOMENA BEBEK SINJAY: Bangkalan vs Pandan Indah