KUASA MEMABUKKAN (4)




Bahagian 4.

Dua Minggu Kemudian

Di kantor, Dira mendapat kabar dari Rita, bahwa reporter Stella, menuntut Jaksa Arman atas pelecehan yang dilakukan. Jaksa penyidik yang akan menangani kasus tersebut adalah Jaksa Febrian. Saat itu dia sedang memeriksa Jaksa Arman di ruang penyidik. Arman menyangkal semua tuduhan yang dilemparkan padanya. Tapi, Febrian tidak memperdulikannya dan menunjukkan bukti CCTV, yang menunjukkan kejadian di depan toilet. 

Selanjutnya adalah giliran Dira yang dipanggil untuk memberikan keterangan kepada Febrian. Dira agak terkejut ketika memasuki ruangan. Karena jaksa yang memanggilnya adalah lelaki yang dicurigainya tadi malam. Dia berkata dalam hati, penampilannya tidak mencuirgakan seperti saat berpapasan di lift. Dira dengan gaya cueknya, duduk dengan santai di depan jaksa tersebut.

Febrian pun mengenali Dira, dan teringat kalau dia adalah wanita yang mencurigainya malam tadi, tapi dia tidak menyinggung tentang itu. Dia terus saja mulai menanyakan kronologi kejadian di pusat karaoke semalam.

Dira semakin tidak peduli. Dalam hati dia berbisik dia enggan terlibat dengan urusan orang lain.
“Kalau anda melihatnya, itu bukan urusan orang lain…”, Febrian tiba-tiba bersuara, seolah-olah mendengar apa yang dipikirkan Dira. Dira kaget dan heran, Febrian bisa membaca pikirannya. Febrian menerangkan bahwa semua tertulis jelas di wajah Dira. Dira tertawa, lalu mengaku tidak ingat tentang kejadian malam itu.

Febrian menanyakan bagaimana perasaan dan keadaan Dira. “Biasanya saksi juga akan merasakan apa yang dirasakan korban,” Febrian memberi pendapat.

Dia menjelaskan lebih lanjut bukti dugaannya itu berdasarkan pertemuan mereka di lift apartemen mereka. Dira penuh curiga dan mengatakan bahwa malam ini penuh dengan lelaki mesum, waktu melihatnya pertama kali.

Febrian menyimpulkan dari pengamatan itu, bahwa Dira menyaksikan kejadian di pusat karaoke tersebut dan tidak menyukai apa yang Jaksa Arman lakukan. Dia juga berkeyakinan, Dira pernah mengalami hal yang sama.

Dira langsung ingat apa yang Jaksa Arman pernah lakukan terhadapnya. Saat Arman memegang tangannya yang sedang menuangkan minuman.

Febrian menegaskan, “Pasti anda menyaksikan kejadian itu. Kalau tidak anda tidak akan begitu marah dan curiga melihat saya, malam itu.”
Tanpa sadar Dira menjawab, “Ya..”
Febrian tersenyum mendengar jawaban tanpa sadar dari Dira.
Setelah sadar, Dira meralat jawabannya, “Tidak! Saya terlalu pusing malam itu dan tidak ingat apa-apa.”

Sekembali ke ruangannya, Rita memberitahu bahwa Jaksa Febrian dulunya adalah seorang psikiater, merupakan mahasiswa terbaik di sekolah hukum. Dia juga mendapat nilai tertinggi dalam ujian pengacara. Dira baru mengerti kenapa Febrian bisa membaca pikirannya tadi. Tapi, dia tidak memberitahu Rita tentang itu. Tiba-tiba handphone-nya berbunyi. Telepon dari Arman, yang menyuruh Dira ke ruangannya.

Arman meminta Dira membujuk reporter Stella untuk menarik tuntutannya. Kalau perlu dipaksa dan menjanjikan pada Dira akan ditugaskan ke Unit Khusus, karena dia tahu Dira sangat menginginkan itu sejak lama. Dia mengajak Dira bersama-samanya naik ke atas mengejar kekuasaan. Arman menepuk pundak, bahkan memegang dagu Dira, yang membuat Dira semakin kesal, tapi tidak mampu berkata apa-apa.  

***

Malam hari, sebelum ke rumah reporter Stella, Dira memandang foto bersama ibunya yang selalu disimpan di dompet. Setelah itu dia ke rumah Stella. Rupanya Stella adalah seorang single parent, dengan seorang putri. Dira langsung mengutarakan maksud kedatangannya, agar Stella mencabut tuntutannya terhadap Jaksa Arman.

Stella kukuh dengan pendiriannya tidak akan mencabut tuntutannya itu. Dira tetap mendesak, bahkan sampai ditampar, dia masih membujuk Stella agar merubah pikirannya. Stella tetap tidak bergeming, bahkan sampai Dira berlutut pun dia tetap tidak mau. Dira juga menyuruh Stella menamparnya untuk melampiaskan kemarahan Stella terhadap Arman.
Stella heran melihat Dira, kenapa ngotot sekali dengan permohonannya, hingga mampu berbuat sejauh itu, hanya karena ingin sukses. Dira tidak memperdulikan apa yang dikatakan Stella. Karena dia tahu, Arman tidak akan memaafkan Stella. Hanya dengan cara inilah mereka berdua bisa bertahan. Stella benar-benar sangat marah.

***
Dalam perjalanan pulang dari rumah Stella, Dira mampir di sebuah mini market untuk membeli minuman. Dia terlihat menangis setelah keluar dari sana. Sambil berjalan, dia terlihat Jaksa Arman, Jaksa Dito dengan seorang jaksa lain mengantarkan Jaksa Romi ke mobil. Jaksa Romi adalah jaksa yang dikatakan Arman sudah dipromosikan menjadi direktur.

Dira dengan jelas mendengar Arman meminta Romi untuk memperhatikan Dito. Padahal siang tadi dia sudah menjanjikan Dira akan ditugaskan di Unit Khusus, bukannya Dito.

***

Keesokan harinya, persidangan disiplin terhadap Jaksa Arman, karena tuntutan Stella, dilakukan. Ikut hadir di ruangan adalah jaksa senior, selain Stella dan Febrian.

Arman kembali menolak tuduhan Stella, bahwa dia telah mencium dan melakukan pelecehan terhadap Stella. Dia bersedia minta maaf, jika Stella merasa tidak nyaman. Seorang jaksa senior juga membujuk Stella untuk memaafkan Arman, karena dia sudah minta maaf.

Stella sangat marah. Febrian pun tidak bisa melakukan itu dan sudah menyiapkan bukti-bukti pelecehan yang telah dilakukan Arman. Dia menyerahkan setumpuk dokumen kepada jaksa senior. Jaksa senior sempat keberatan, karena menurutnya ini hanya sidang disiplin, bukan sidang sesungguhnya untuk mencari siapa benar siapa salah. Febrian bersiap untuk protes, tapi tiba-tiba pintu ruang siding terbuka. Dira datang dan menyatakan akan memberi kesaksian terhadap peristiwa tersebut. Arman terlihat senang melihat Dira datang.

Dira menceritakan kronologis malam itu dengan jelas dan detail, sampai apa saja yang dilakukan Arman terhadap Stella. Arman terkejut, karena keterangan Dira di luar sangkaannya. Dira melanjutkan cerita apa yang terjadi di toilet. Arman sudah sangat geram dengan Dira. Dira menambahkan bahwa, Stella menginjak kaki Arman dengan sepatu bertumit tingginya, sambil membuka sepatu dan kaus kaki Arman dan menunjukkan bekas pijakan tersebut. Arman mati kutu.

Tidak cukup di situ, Dira juga menjelaskan bahwa dia dijanjikan Arman untuk ditugaskan di Unit Khusus, jika dia mampu membujuk Stella membatalkan tuntutannya. Dira meminta Arman meminta maaf kepada Stella, dan dia akan tutup mulut terhadap kasus ini.
“Apakah anda bersedia melakukannya?” tanya Dira.

***

Selesai sidang, Jaksa Arman dan Dira berbicara di tangga. Arman sangat marah dengan Dira dan hampir menamparnya. Dira tidak peduli dan mengatakan kalau Arman yang menyebabkan dia begitu. Karena Arman telah membohonginya, mengatakan dia akan dipromosikan untuk ditugaskan di Unit Khusus. Ternyata semua itu adalah bohong. Dira menendang tulang kering Arman, karena terlalu marah. Dia pun memanggil Arman hanya dengan namanya tanpa embel-embel jaksa, sambil mengatakan, “Jangan menipuku lagi, aku bukan balon, yang bisa kau isi dan lepaskan sesukamu…!” Setelah itu Dira pun pergi.

Di luar, dia melihat Febrian yang mengantar Stella keluar. Setelah Stella pergi, Febrian melihat Dira dan menghampirinya. Febrian mengucapkan terima kasih atas apa yang Dira telah lakukan tadi. Febrian menyampaikan bahwa Stella telah mencabut tuntutannya dan turut berterima kasih untuk semua yang telah Dira lakukan.
Dira Cuma menjawab, “Ooo…baiklah”, sambil bergerak pergi.
Febrian menghentikan langkah Dira dan mengatakan kalau ia baru tahu ternyata Dira orang yang sangat baik.
“Lalu…?”
Febrian mengulurkan tangannya mengajak Dira bersalaman, “Mari bertemu lagi di kesempatan yang lebih baik.”
Akhirnya mereka pun berpisah.


***

Dira kembali ke ruangannya dan melihat Rita sudah mengemasi barang-barangnya. Dan, memberi selamat kepada Dira, karena sekarang Dira adalah seorang jaksa tanpa masa depan. Dira tidak percaya dia adalah seorang jaksa demikian. Dia tetap yakin akan menjadi jaksa yang hebat. Dia mengajak Rita untuk keluar minum-minum merayakannya.

Sebuah email masuk dan isinya adalah Dira ditugaskan ke Unit Kriminal terhadap Perempuan. Dia tidak mengetahui unit apa itu. 

Rita menjelaskan bahwa unit itu adalah unit khusus yang didirikan oleh Jaksa Tuti. Unit yang menangani kejahatan seksual dan Jaksa Tuti telah mendedikasikan karirnya di unit itu selama 20 tahun tanpa peduli tidak dipromosikan. Rita menambahkan bahwa tidak ada jaksa yang mau ditempatkan di sana. Melihat Dira panik, Rita pun ikut membaca email tersebut dan dia juga mengatakan tidak mau dipindah ke sana. Tapi, mau bagaimana lagi.


Hari itu juga, Dira memindahkan barang-barangnya ke unit baru. Di sana dia bertemu dengan Febrian yang juga akan bertugas di unit yang sama. 


Bersambung…


Note: 
Tulisan ini adalah bagian ke empat dari cerbung "KUASA MEMABUKKAN". Merupakan tantangan ODOP terakhir. Ide cerita diambil dari drama Korea "Witch at Court", yang sedang ditayangkan di KBS, saat ini. Tokoh dan alur cerita sedikit diubah, sesuai dengan imajinasi penulis. Semoga bisa jadi ajang belajar, untuk terus mendalami penulisan fiksi.






Comments

Popular posts from this blog

SUNGAI CHINCHIN, KAMPUNG DI PINGGIR BANDAR

INFINITY

FENOMENA BEBEK SINJAY: Bangkalan vs Pandan Indah