IDAR (Part 10)
Bagian 10.
Akhir
Membahagiakan
“Ibu, Bu …,
sedang mikirin apa, Bu?”
Tiba-tiba suara
lembut anak ketiganya, Sofi, mengejutkannya dari lamunan panjang akan kampung
tercinta, kenangan masa kecilnya hingga sampai ke saat ini.
Idar tersenyum
menanggapi pertanyaan anaknya itu.
“Ibu teringat
Nenek, Kakek dan ketenangan kampung di masa kecil Ibu, Nak! Masa yang penuh
perjuangan dan tantangan. Semua masih serba kekurangan, tapi tetap penuh
keriangan dan keceriaan.”
Dia melanjutkan
pernyataannya, “Berbeda sekali dengan saat ini, semua serba ada. Fasilitas
umum lengkap, di mana pun berada. Semua kemudahan telah tersedia untuk
mempermudah kehidupan.”
“Iya, Bu, zaman
sudah berubah kan, Bu?” Sofi
menguatkan pernyataan Ibunya.
“Kalian membesar
dengan baik, walaupun sedari kecil sudah ditinggal Ayah. Kenyataan itu yang
paling membuat Ibu sangat bersyukur. Sebesar-besar syukur!”
Sofi mengusap
tangan Ibunya lembut, sambil menatap mata tua Ibunya. Sofi berkata dengan
perlahan, “Kami sangat bersyukur punya ibu seperti Ibu. Penuh semangat dan
dengan kelembutan merawat kami hingga mampu berdiri sendiri. Terima kasih, Bu
….”
Idar tersenyum
manis menanggapi anaknya. Mereka berdua kemudian bangkit dan berkumpul dengan
ahli keluarga yang lain, yang sudah mulai riuh rendah mempersiapkan semua yang
diperlukan. Hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke tujuh puluh.
Seorang cucunya
yang sedang berlari-lari mengelilingi pohon-pohon rindang di halaman luas itu,
menghampirinya dan memeluknya.
“Neeek, sini
Nek …,” ajaknya.
Sambil menarik
tangan Idar, cucunya membawa dia menuju bunga yang muncul dari serumpun tanaman yang
tertanam rapi di pinggiran, di bawah jendela kamarnya.. Bunga putih, kecil dan
sangat harum. Daun hijaunya menambah indah kombinasi warna rumpun tersebut.
Tanaman itu mulai tumbuh subur dan rajin berbunga setelah dipindahkannya ke
tanah. Sebelumnya bunga itu, Idar tanam di dalam pot.
“Lihat, Nek,
bunga kesukaan Nenek bermunculan, banyaak.”
“Iya, ya. Duuh,
harumnya.”
Idar menarik
beberapa tangkai bunga itu mendekati hidungnya dan bau harumnya sangat
menenangkan sekali. Ada bau yang sangat manis bagi hidungnya. Bau yang
menyenangkan. Bunga melati adalah bunga kesukaannya. Walaupun tampilan fisik
bunga tersebut sangat sederhana, tetapi sangat indah terlihat di matanya. Selalu
ada perasaan senang dan gembira bila melihat
bunga-bunganya bermunculan. Di rumahnya itu, rumpun melati ditanam di beberapa
bagian. Selain di bawah jendela kamar, terlihat juga di halaman belakang. Idar memandang
dengan senyum sekeliling rumahnya. Rasa syukur selalu diulangnya berkali-kali. Betapa
perjalanan panjang hidupnya telah menghantarnya ke sebuah masa yang penuh
kesyukuran.
Keluarga besar
mereka terus berkembang. Anak-anaknya kini sudah punya kehidupan masing-masing.
Mereka sudah hidup mandiri dan memberikannya cucu-cucu yang sehat dan makin
menceriakan hidupnya. Dia terus berkeliling di halaman rumahnya. Beberapa cucunya
mengikutinya perlahan.
Seorang di
antaranya tiba-tiba menjerit sambil menunjuk ke satu arah, “Neek, lihat Nek,
bunga mataharinya. Indah sekali. Besar bunganya. Kuningnya terang sekali,
persis seperti matahari.”
Spontan Idar
mengarahkan pandangannya ke beberapa pohon bunga matahari yang ditanamnya di
tepi pagar. Dia tersenyum melihatnya.
“Wah, iyaa,
indah sekali ya.”
Terlihat kupu-kupu
dan kumbang terbang berputar-putar di atasnya. Pemandangan yang sangat indah. Cucu-cucunya
berlari mendahuluinya dan memandang kagum bunga matahari itu.
Di sudut lain,
ada sebuah rumah kaca yang dikhususkannya untuk menyimpan bunga-bunga kaktus. Berbagai
jenis kaktus ada di dalamnya. Terlihat juga aneka bunga anggrek yang sebagiannya
sudah berbunga. Warna dan jenisnya bervariasi. Di teras sebelah kiri terlihat
kebun hidroponiknya. Kebun ini dihadiahkan anak-anaknya, untuk terapi baginya. Idar
dengan tanaman memang tidak dapat dipisahkan. Terlebih lagi saat masa pensiun
sudah dijalani. Mengingat usia yang sudah tidak muda lagi, anak-anaknya memilih
hidroponik baginya. Agar tidak terlalu banyak aktifitas fisik yang berat untuk
menjaganya. Beberapa jenis sayur dipilihnya untuk ditanam dengan hidroponik. Salah
satunya daun selada. Hari ini, daun-daun itu dipanen untuk dibuat salad, bagi melengkapi
hidangan barbeque yang disiapkan. Timun jepang juga salah satu jenis
tanaman yang ada di kebun hidroponiknya. Buahnya bergelantungan dan siap
dipetik. Reni, anak keduanya sudah memetik beberapa di antaranya untuk
ditambahkan ke dalam salad yang dibuat. Selebihnya dia memilih tanaman
sayur-sayuran yang bisa dipanen cepat dan bisa memenuhi kebutuhan
sayur-sayurannya setiap hari. Bercocok tanam dengan teknik ini, memang sangat
baik untuknya. Tidak perlu mencangkul tanah untuk menanamnya. Proses itu pasti
akan sangat memberatkan saat ini, walaupun bisa mengupah orang lain
melakukannya. Hidroponik adalah solusi terbaik baginya. Dia tetap bisa
menggerakkan badannya, tapi tidak terlalu ekstrim, saat mengurus kebun
hidroponiknya itu.
Semua persiapan
untuk menyambut hari lahirnya sudah selesai disiapkan anak-anaknya. Tetangga dan
saudara yang tinggal berdekatan pun sudah berdatangan meramaikan suasana. Menantu
pertamanya membuka acara dengan doa.
“Ya Allah,
berkatilah kami semua yang hadir hari ini. Lindungilah kami selalu. Berilah Ibunda
kami kesehatan yang prima, lahir batin, bisa terus bersama kami, dan beribadah
pada-Mu, ya Allah. Berilah kami kekuatan menjaganya sebaik-baiknya.”
Idar, terharu
dengan semua yang telah disiapkan keluarganya. Dia bersyukur tidak
putus-putusnya atas karunia yang telah Allah titipkan padanya. Semoga dia masih
diberi kesempatan terus menjaga amanah itu dengan baik sampai akhir hayatnya.
Tamat.
Comments
Post a Comment