IDAR (Part 4)
Buah Melinjo |
Bagian 4.
Berhijrah ke
Kota
Waktu terus
berjalan. Idar telah menyelesaikan sekolah menengahnya. Tekadnya untuk
melanjutkan sekolah ke peringkat yang lebih tinggi, tetap menjadi cita-cita
yang tak tergoyahkan. Walaupun ibunya sedikit memberi bantahan, pada akhirnya
tetap memberi izin baginya meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi
lagi.
Idar mulai
membuat persiapan keberangkatannya ke kota di mana dia akan menyambung
pelajarannya.
“Baik-baik di
sana nanti ya, Dar. Belajar yang benar, jangan banyak main. Fokus dengan
sekolahnya.” Izah mengingatkan Idar. Kakaknya
itu, sehabis tamat sekolah menengahnya, tidak melanjutkan sekolah lagi. Dia
hanya tinggal di rumah menolong ibu dan ayahnya. Sekali-kali membantu neneknya
mengajarkan mengaji anak-anak kampung.
Bu Zuri,
walaupun sedikit berat hati melepaskan anak perempuannya merantau, tetap
berpesan kepada Idar. “Jaga diri, ingat keluarga. Berbaik-baiklah dengan
keluarga Pamanmu nanti di sana. Jadikan dia pengganti kami selama kamu belajar.”
Rencananya di
kota nanti, Idar akan tinggal dengan abang ibunya, yang sudah lama menetap,
bekerja dan berkeluarga di sana. Idar akan diantar Pak Baha ke sana. Tinggal beberapa hari saja lagi, dia akan
meninggalkan kampung halaman, tempat lahirnya. Dia akan meninggalkan keluarga
besarnya. Suasana kampung yang nyaman dan menyenangkan, pasti akan sangat
dirindukannya nanti.
Sore itu,
sehari sebelum keberangkatannya, Idar duduk di serambi luar rumah sambil
memandang sekeliling rumah keluarganya itu. Pohon-pohon melinjo besar tumbuh
hampir di seluruh halaman. Terkenang saat dia dan kakaknya memungut buah-buah
melinjo tua berwarna merah yang jatuh berserakan di tanah. Mereka mengumpulkan
sebanyak-banyaknya ke dalam keranjang. Buah-buah itu lalu dibersihkan dan
dikupas kulit buahnya. Biji dengan cangkang kulit dalamnya lalu digongseng
bersama pasir di atas tungku, sampai cukup panas, matang dan lembut untuk
dipipihkan sampai mendapatkan ketebalan yang diinginkan. Proses tersebut
dilakukan di atas sebuah batu besar, yang permukaannya rata dan licin. Untuk
memipihkan digunakan sejenis palu dari kayu kokoh bentuknya. Begitulah kerupuk
melinjo dihasilkan. Setelah dipipihkan, akan disusun rapi di atas anyaman daun
kelapa yang memang dibuat khusus untuk menjemur apa saja. Kerupuk akan dijemur
sampai benar-benar kering dan ringan. Betapa menyenangkan membayangkan itu
semua.
Dia mengarahkan
pandangan matanya ke semua sudut rumah panggung yang sebentar lagi akan
ditinggalkannya. Setengah hatinya jadi rasa enggan meninggalkannya. Perasaannya
mulai bercampur baur, seperti ombak bergolak di laut.
***
Pak Baha dan
Idar menaiki bus dari terminal terdekat dari kampung. Bus dengan kapasitas 25
penumpang. Tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil. Cukup nyaman untuk
ukuran masa itu, bagi menempuh perjalanan jauh selama 4-5 jam. Tas pakaian
penumpang diletakkan di atap bus. Setelah semua tersusun rapi, maka akan
ditutup dengan terpal yang anti basah. Sehingga jika hujan, tas-tas tersebut
tidak basah.
Mereka duduk di
baris kedua dari depan. Idar memilih untuk duduk dekat jendela, supaya dia bisa
membuka dan merasakan angin yang bertiup dari luar. Bus dulu belum ada penyejuk
udara, seperti bus-bus sekarang ini. Bus mulai meninggalkan terminal dan menuju
kota tempat mewujudkan harapan dan cita-citanya. Dia baringkan kepalanya ke
kursi, sambil mengarahkan pandangannya ke luar. Bus bergerak cepat, melewati
gugusan pegunungan yang memisahkan kampungnya dengan kota tujuan. Tiba-tiba hatinya mulai berdebar.
“Yah, apa Idar
bisa tinggal di sana nanti ya?”
“Bisa, Nak,
insyaallah, kamu bisa memulai hidup baru kamu di sana. Ayah yakin dengan
kemampuanmu, Nak.”
“Idar takut
Yah, takut Idar tidak bisa mencapai apa yang Idar inginkan ….”
“Nak, buatlah
yang terbaik. Berusaha sebaik mungkin mencapai apa pun yang kau inginkan. Yang
penting, Idar harus selalu menjaga nama baik keluarga kita. Jaga prilaku di
tempat orang.”
“Iya, Yah ….”
“Jaga salatmu,
Nak. Selalu berdoa pada Allah agar dimudahkan semua urusanmu selama kamu di
sana. Ayah yakin, Allah akan senantiasa menjagamu. Karena Ayah sudah memohon
pada-Nya dan menyerahkan semua jagaan kepada Allah. Hanya Allah yang mampu
melakukannya. Jadi, jangan pernah melupakan-Nya, ya?”
“Insyaallah,
Yah. Idar akan ingat semua pesan Ayah. Terus doakan Idar berhasil ya, Yah?”
“Pasti, Nak ….”
Hanya dalam beberapa
menit lagi, bus akan memasuki terminal di kota tujuan. Suasana kota yang riuh
mulai terasa auranya. Kenderaan bermotor hilir mudik tidak henti. Jauh berbeda
dengan kampung yang baru beberapa jam lalu ditinggalkannya. Tiba-tiba rasa
rindu itu hadir memporak porandakan hati dan pikiran Idar.
“Yah, belum lagi sehari, Idar sudah rindu dengan kampung kita.”
Pak Baha
tersenyum, sambil menepuk-nepuk bahu anak perempuannya yang akan mulai belajar
hidup mandiri dan mengendalikan semua masalah hidupnya mendatang sendirian.
Akhirnya bus memasuki terminal. Satu per satu penumpang turun dan mengambil
barang masing-masing.
Pak Baha dan
Idar berjalan ke luar kawasan terminal dan mencari becak untuk mengantar mereka
ke rumah abang iparnya. Rumah yang dituju berada di kawasan kampus, di mana
Idar akan melanjutkan sekolahnya nanti. Idar pernah beberapa kali mengunjungi
rumah itu, jadi dia sudah sedikit terbiasa dengan arah menuju ke rumah itu.
Perjuangan meraih cita-cita telah mulai dia lakukan. Langkah awal yang akan
membawa perubahan-perubahan dalam kehidupannya.
Bersambung ….
Comments
Post a Comment