PUASAKU DAN PUASAMU, APA BEDANYA?


Image may contain: flower, plant, nature, text and outdoor

Tulisan ini terinspirasi dari percakapan santai di sebuah WA grup craft, yang multi ras, multi agama, tapi satu bangsa, Indonesia. Duuh, kenapa tiba-tiba seperti Sumpah Pemuda ya? Hahha..

Perbincangan terjadi sebelum puasa bermula. Sehari sebelum Ramadan tiba.
Seorang teman asik bertanya, "Udah mulai puasa belum?" 

Rasanya pas hari itu, adalah pertanyaan yang kesekian kalinya saya baca, dari dia. 😀
Akhirnya, iseng saya keluar, "Koq, asik nanya udah mulai puasa atau belum? Mau ikutan puasa ya?"

Dia tertawa lebar dengan memberi emoji ngakak lebar, 🤣🤣. Teman itu beragama Kristen Protestan.
Dia balas menjawab iseng saya tadi, "Udah pernah coba... Perutku begah, jam 3 pagi disuruh makan ..."

Seorang teman muslim menimpali, "... makannya dua piring?"

Dia kembali menjawab, "... ngaaaak, biasa aja, 1 piring nasi goreng."

Hmmm...memang biasa saja. Tapi, kenapa merasa begah ya?

Teman muslim, berpendapat, "Ya, iyalah ... nasi goreng. Rebusan, cemplang cemplung sayur bening aja, kakak...😂.."

Kita tinggalkan dulu kenyataan itu. Kita kembali ke diskusi selanjutnya di dalam grup tersebut. 

Seorang teman lain, yang beragama Kristen Katolik, ikut nimbrung. "Aku puasa yang cara Islam, gula darahku justru tinggi," dia bersuara. 
"Mungkin, karena plus kurang tidur, sebab harus bangun pas jam sahur ..." dia menambahkan. Teman ini adalah seseorang yang hidup dengan diabetes. 

Menanggapi jawaban teman Protestan, yang makan jam 3 pagi, saya kembali mengusik dia, "... koq makan jam 3 pagi, dekat-dekat Subuhlah makannya...😁.."

Saya turut memberi pendapat saat itu. Kenapa orang Islam, mampu puasa Ramadan, sedang yang bukan Islam tidak mampu? Karena beda niatnya. Bagi muslim, puasa di bulan Ramadan adalah kewajiban, yang harus dijalankan. Sementara bagi teman-teman non muslim, dalam hal ini dua teman saya itu, hanya sekedar ingin mencoba. Jadi, niatnya sudah berbeda, maka hasilnya jelas akan berbeda juga.

Diskusi terus berjalan, tanpa ribut. Padahal saat itu baru ada kejadian di Surabaya. Diskusi juga sekali-kali diselingi pembahasan tentang itu. Tapi, semua berlangsung aman, damai dan terkendali. 

Menanggapi komentar saya, teman yang Protestan kemudian menerangkan bahwa dalam Kristen juga ada puasa. Suaminya rajin puasa.
Dia meneruskan penjelasannya, "... di gerejaku, setiap Sabtu selalu puasa, untuk mendukung pelayanan pada hari Minggu. Puasa dalam Kristen banyak jenisnya. Ada puasa Ester, puasa Daniel, yaitu puasa ngak makan daging, hanya boleh makan sayur. Ada juga puasa 40 hari. Hanya bukan menjadi kewajiban. Semua dilakukan kalau ada yang mau kita tuju. Seperti sebelum Paskah, kita di gereja diajak untuk puasa 40 hari."

Saya kembali menanggapi uraian panjang teman tersebut, "Naaah, niatnya kan? Makanya semua puasa itu bisa jalan dan terlaksana dengan baik. Konteks kita kali ini adalah puasa di bulan Ramadan. Kenapa kalian ngak sanggup? Karena ngak ada kewajiban pada kalian. Terus kenapa suami (teman yang Protestan) sanggup puasa? Karena ada tujuan yang ingin dicapai. Jadi, bagaimanapun, kita akan berusaha melaksanakannya sebaik mungkin, karena sudah kewajiban, jelas apa yang disasar." 

Saya menambahkan bahwa puasa dalam Islam juga banyak jenisnya. Puasa sudah dikenal sejak nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Namun demikian yang wajib dijalankan oleh semua umat muslim adalah puasa di bulan Ramadan, selama sebulan penuh.

Dalam surah Albaqarah, ayat 183, telah jelas perintahnya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa."

Kembali kepada judul tulisan ini, puasaku, puasamu, apa sih bedanya? Selain apa yang diutarakan di atas, perbedaan utama puasa umat Islam dengan umat beragama lain adalah pada sahurnya. Kaum muslimin disunatkan untuk makan sahur, sebelum memulai ibadah berpuasa. Telah dikabarkan oleh Amru bin Ash ra, yang diriwayatkan Muslim dan Abu Daud, Rasulullah SAW bersabda: "Beda antara puasa kami dengan puasa Ahli Kitab adalah makan sahur". 

Naaah, sahur inilah yang menjadi sedikit masalah bagi teman-teman non muslim yang saya ceritakan di atas. Bagi kaum muslimin, karena puasa di bulan Ramadan adalah wajib dilaksanakan, maka semua pra syarat untuk melaksanakannya dengan baik, harus diikuti. Salah satunya adalah bersahur. Walaupun bersahur itu hukumnya adalah sunat.

Ah, betapa indahnya diskusi kami itu. Tidak ada saling beradu pendapat. Masing-masing dengan hati terbuka menerima perbedaan. Layaknya sekuntum bunga, seperti di foto pengiring tulisan ini. Menjadi indah, karena tersusun dan terangkai dari perbedaan-perbedaan. Helain mahkota bunga merah merona, yang tersusun rapi, disempurnakan oleh putik-putik halus berwarna kuning. Dan, dilengkapkan keseluruhannya dengan hijau daun-daunnya. Akhirnya menjadi sebuah sajian yang sedap dipandang mata. Begitulah juga perbedaan-perbedaan yang ada di kehidupan bermasyarakat. Akan menghasilkan harmonisasi yang indah dan menawan, apabila dirangkai dan disusun teratur dan baik. Jadikanlah perbedaan sebagai sebuah kekuatan...!

=============
*repost dari FB, yang dipublish pada 22 Mei 2018.

Comments

Popular posts from this blog

SUNGAI CHINCHIN, KAMPUNG DI PINGGIR BANDAR

INFINITY

FENOMENA BEBEK SINJAY: Bangkalan vs Pandan Indah