IDAR (Part 5)



Bagian 5
Memulai Hidup Mandiri

Memulai sebuah kehidupan yang jauh dari keluarga bukan satu hal mudah bagi Idar pada awalnya. Pak Baha menemaninya beberapa hari, untuk memberi waktu dan membantu Idar beradaptasi dengan lingkungan barunya.  

“Kamu mampu Idar …,” begitu berulang kali, Pak Baha memberi semangat kepada putrinya agar bertahan hingga cita-citanya tercapai, saat beberapa kali Idar seperti ragu dengan kemampuannya menyesuaikan diri nantinya.    

Pak Baha telah kembali ke kampung. Idar pun memulai perjuangan hidup barunya. Dia menyambung pelajaran dalam bidang agama. Saat itu, hanya ada beberapa fakultas saja di sekolah tinggi tersebut. Hari-hari pertama belajarnya cukup menyenangkan. Walau tidak ramai teman-teman sekampung yang belajar di tempat yang sama, tetapi Idar cukup bahagia dan senang karena mendapatkan teman-teman baru dari beberapa daerah lain. Ternyata kekhawatirannya sebelum ini tidak beralasan. Keluwesannya dalam bergaul, sangat membantunya beradaptasi dengan cepat di tempat yang baru tersebut.

Setiap pagi, Idar berjalan kaki ke sekolah. Lokasinya memang tidak terlalu jauh dari rumah pamannya. Tempat belajarnya itu adalah susunan beberapa ruang kelas yang terdiri dari bangunan berbatu setengah bagiannya dan selebihnya dari kayu. Jendela kayu lebar hampir memenuhi semua dinding bangunan itu. Saat kelas berlangsung, jendela  dibuka lebar, sehingga tiupan angin dari luar akan menyejukkan suasana di dalam ruangan. Dan, pasti suasana belajar pun akan sangat menyenangkan. Satu semester hampir  berlalu tanpa disadari.

Pagi itu, ada ujian pelajaran Fiqh. Semua pelajar sudah memasuki ruang kelas. Mereka duduk di kursi kayu yang ada bagian seperti meja kecil di sebelah kanan depan. Kursinya kokoh, tidak mudah patah. Alat tulis sudah berada di meja masing-masing. Kertas ujian pun mulai  dibagikan.

“Biarkan kertas di atas meja. Jangan dibuka!” suara tegas pengawas terdengar, sambil berjalan membagikan sisa kertas ujian kepada beberapa peserta yang duduk di belakang.

Lima menit lagi menuju pukul delapan pagi. Ujian dimulai.
“Ok, silakan buka kertas. Kerjakan satu per satu dan siapkan terlebih dahulu soal yang memang jawabannya kamu pasti dan yakin benar. Jangan mencontek!”

Idar mulai membuka kertas ujian miliknya. Dia membaca hati-hati perintah yang diberikan pada lembaran kertas itu. Tangannya terus membuka lembar demi lembar. Mulai mengerjakan soal-soal yang dia kuasai dan yakin dengan jawabannya terlebih dahulu. Bab tentang salat dan puasa adalah dua bahasan yang paling dia suka dan kuasai. Dia yakin jawaban yang ditulisnya benar dan tepat. Setelah selesai dengan itu, dia mulai membaca ulang soal-soal yang agak kurang dia ingat jawabannya. Perlahan memorinya dipanggil untuk mengingat kembali materi-materi yang sudah dipelajari dan dihafalnya sebelum ini. Alhamdulillah, menuju saat-saat akhir, dia bisa menyelesaikan semua pertanyaan yang diberikan. Idar memeriksa sekilas semua hasil kerjanya. Setelah dia yakin, dia pun bangun dan menyerahkan kertas jawaban ke depan di mana pengawas berada. Dengan senyum lebar dia pun keluar dari ruangan. Mudah-mudahan hasilnya memuaskan, begitu harapnya.

***
Satu semester telah berlalu. Tinggal menunggu hasil akhirnya. Sekolah berada dalam masa istirahat menuju semester baru. Untuk mengisi waktu luangnya, Idar mengikuti kelas menjahit baju yang dibimbing oleh seorang guru yang cukup dikenal di kawasan tempat tinggalnya. Dia memang menyukai bidang ketrampilan sejak dulu. Bu Asma, guru ketrampilan Idar itu juga pintar membuat aneka ketrampilan lain. Dari beliau, Idar belajar menyulam tangan dan setrimin.  Di kemudian hari kemahirannya di bidang ini lebih kelihatan. Berbagai kreasi telah disiapkannya dan masih tersimpan dengan baik.

Akhirnya hasil ujian semester diumumkan. Idar lulus sangat memuaskan untuk semua pelajaran. Dia sangat gembira dan bahagia. Idar mengirimkan surat kepada keluarganya di kampung untuk memberitahukan berita yang menggembirakannya itu.

“Ayah, Ibu, nilai-nilai Idar di semester pertama ini, semuanya sangat memuaskan. Alhamdulillah. Terima kasih Yah, Bu, karena selalu mendoakan keberhasilan Idar” begitu tulisnya dalam suratnya itu.

Dia juga menceritakan kepada keluarganya tentang kursus-kursus ketrampilan yang diikutinya. Dia bekerja sambil belajar dengan Bu Asma. Dia membantu Bu Asma menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan setiap kursus. Sebab itulah dia diberi kesempatan belajar percuma oleh Bu Asma. Idar tidak menyia-nyiakan peluang tersebut, karena itu adalah bidang yang sangat dia gemari dan sukai.

Waktu terus berjalan. Memasuki semester ketiga, Idar berkenalan dengan seorang pemuda yang berkuliah di universitas yang bertetangga dengan sekolahnya. Perkenalan mereka terjadi saat ada program gabungan antara sekolah tinggi dan universitas yang ada di kawasan kampus tersebut. Pemuda itu berasal dari kampung yang bertetangga dengan kampung Idar. Dia adalah seorang mahasiswa terbaik dari universitas tersebut. Orangnya kecil dan agak pendek untuk ukuran seorang laki-laki. Berkacamata minus yang cukup tebal. Seorang aktifis mahasiswa masa itu. Siapakah pemuda itu?

Bersambung ….




Comments

Popular posts from this blog

SUNGAI CHINCHIN, KAMPUNG DI PINGGIR BANDAR

INFINITY

FENOMENA BEBEK SINJAY: Bangkalan vs Pandan Indah