IDAR (Part 8)

Bagian 8

Berjuang Sendiri

Kehilangan Adli, suaminya, adalah pengalaman hidup terberat yang harus dihadapi Idar. Di umurnya yang masih terbilang muda, dia ditinggalkan oleh pendamping hidupnya dengan tiga orang anak perempuan yang masih kecil-kecil. Yang tertua baru berumur 9 tahun, yang kedua 7 tahun dan yang ketiga usianya baru 4 tahun. Dia berada dalam kondisi yang sangat labil untuk seketika. Dia tidak tahu harus memulai dari mana menjalani hidupnya saat ini bersama anak-anak. Pikirannya buntu. Dia perlu waktu untuk mengembalikan pikiran sadarnya.

Saat itulah, keluarganya menyemangatinya untuk mulai berpijak pada dunia nyata. Ayahnya, Pak Baha tidak henti memberikan semangat kepada anaknya itu.

“Idar, ayah tahu kamu mampu melewati masa beratmu kali ini. Allah tidak akan memberikan suatu keadaan kepada hamba-Nya, jika Dia tidak tahu dan yakin bahwa mereka mampu melewatinya. Allah itu Maha Pemurah, Dia akan menyertakan jalan keluar pada setiap masalah yang diberikan kepada kita. Yakinilah itu selalu. Kamu pasti bisa dan akan berhasil melewati ini semua.”

Idar tersuntik semangatnya dengan nasehat dari ayahnya. Dia tidak bisa berlama-lama dengan kedukaannya ini. Ada tubuh-tubuh kecil yang harus diberikannya perhatian. Dia tidak mau gagal menjalankan amanah yang dititipkan suaminya sehari sebelum kepulangannya ke rahmatullah. Saat itu Idar tidak punya firasat apa pun.

“Idar, tolong jaga anak-anak dengan baik ya? Sekolahkan mereka sebaik-baiknya.”

“Iya, Bang. Insyaallah, tapii … kenapa Abang bicara seperti itu? Bukannya kita akan menjaga bersama anak-anak kita?”

“Iya, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi ke depan. Sekiranya Abang pergi lebih dahulu, tolong tunaikan permintaan Abang, ya?”

“Aduuuh, Bang, jangan gitu … insyaallah, kita bisa bersama-sama mendidik dan membesarkan anak-anak.”

Pembicaraan dengan suaminya itu kembali terngiang-ngiang.  Seolah-olah memberi kekuatan padanya untuk bertahan dan terus berusaha menjalankan amanah yang dipesankan suaminya itu.

“Idar harus melakukan sesuatu. Bangkit dari cobaan ini.” Begitu janjinya kepada Pak Baha.

“Iya, itu adalah yang terbaik yang harus Idar lakukan. Lihat, anak-anakmu perlu perhatianmu. Jangan sampai mereka seperti kehilangan kedua orang tuanya sekaligus.” Pak Baha menasehati Idar lagi.

***

Sepeda tua adalah peneman setia Idar ke sekolah. Setelah kematian suaminya, Idar memutuskan untuk mulai bekerja. Uang pensiun yang ditinggalkan suaminya tidak akan mencukupi, jika dia tidak mulai mencari peluang pendapatan lain. Dia melamar untuk menjadi guru di sebuah SD. Jaraknya lumayan jauh dari rumah. Tidak ada kendaraan umum yang sampai ke sana. Idar pun tidak bisa mengendarai motor, hanya bisa mengendarai sepeda. Akhirnya kendaraan itulah yang selalu mengantarkannya ke sekolah.

Awal pagi, Idar harus mengayuh sepedanya melewati rumah-rumah penduduk. Jalannya tidak terlalu lebar. Laluan ke sekolah akan melalui perkampungan yang rindang dengan pohon-pohon besar dan kecil memenuhi samping kiri-kanan jalan. Kondisi itu menyebabkan suasana redup dan tidak terlalu panas saat melalui jalan tersebut.

Semangat menggebu-gebu yang biasanya ada pada Idar muda, kembali muncul saat itu. Salah satu dari mimpinya sewaktu kecil, yaitu menjadi guru sudah diraihnya.  Akan tetapi, dia masih mempunyai mimpi besar yang sempat terhenti karena harus mengurus keluarga.

Kehidupan mereka sekeluarga semakin stabil, walaupun banyak rintangan yang harus dilewati. Biaya hidup sehari-hari semakin tinggi. Kebutuhan sekolah anak-anak pun tidak sedikit. Tidak jarang dia terpaksa meminjam ke sana-sini agar kebutuhan dapur bisa terpenuhi. Untunglah kehidupan mereka sekeluarga dikelilingi oleh orang-orang baik yang selalu siap sedia menolong jika dibutuhkan.

Idar terus berpikir untuk meningkatkan keahlian mengajarnya. Dia berkeyakinan kuat untuk menyambung kulihnya. Saat itu ada program singkat 3 tahun di universitas tempat suaminya bekerja dulu. Dia memilih jurusan keguruan dan pendidikan, agar ada kesinambungan dengan kerja yang sudah dia jalani beberapa tahun belakangan.

Bekerja, kuliah dan mengurus anak-anak sekaligus pada waktu bersamaan, bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Anak-anaknya semakin besar dan tumbuh berkembang menjadi anak-anak yang baik dan penyayang. Idar berhasil melewati kesulitan hidupnya sedikit demi sedikit. Anak-anak yang semakin membesar pun telah tahu rasa tanggung jawab yang perlu mereka lakukan bagi meringankan beban kerja ibunya sehari-hari. Mereka sudah dengan sendirinya terlatih untuk bekerja sama menyelesaikan kerja-kerja di rumah. Rena mahir memasak. Reni telaten merapikan rumah. dan, adik bungsu mereka cukup ringan tangan membantu kedua kakaknya. Anak-anak Idar terlatih dengan sendirinya untuk punya sifat-sifat mandiri. Kondisi itu sangat membantu Idar tetap fokus bekerja, bagi memenuhi kebutuhan keluarga.

Setelah menyelesaikan program diploma, Idar menyambung kuliahnya ke tingkat sarjana. Dia diwisuda saat anak pertama dan keduanya juga sudah memasuki alam perkuliahan. Semangatnya tetap tinggi untuk menyelesaikan pendidikannya. Semakin tinggi ijazah yang didapat, maka semakin tinggi pula gaji yang diperolehinya. Perekonomian keluarga mereka pun semakin membaik.

Bersambung ….

Comments

Popular posts from this blog

SUNGAI CHINCHIN, KAMPUNG DI PINGGIR BANDAR

INFINITY

FENOMENA BEBEK SINJAY: Bangkalan vs Pandan Indah