IDAR (Part 2)

Bagian 2.

Keluarga Pak Baha
  
Idar kecil adalah seorang gadis yang aktif dan lasak. Cita-citanya untuk sekolah setinggi-tingginya selalu dia utarakan setiap ada kesempatan berbicara dengan ayahnya.  Seperti saat ini. Dia tidak mengutarakan hasratnya itu kepada ibunya, karena mereka selalu berbeda pendapat setiap berbicara tentang sekolah. Ibu Zuri, adalah seorang yang berpikiran sederhana dan agak tradisional. Beliau beranggapan , anak perempuan tidak perlu bersekolah tinggi. Ujung-ujungnya ke dapur juga. Anak lelaki saja yang perlu sekolah tinggi-tinggi. Jadi, tidak ada perbincangan yang menarik tentang itu dengan ibunya bagi seorang Idar, yang punya semangat menggebu untuk sekolah setinggi-tingginya. Dia akan lebih terbuka bercerita tentang mimpinya itu dengan ayahnya. Pak Baha sangat mendukung keinginan anaknya itu. Beliau tidak membeda-bedakan pendidikan yang perlu ditempuh anak-anaknya, baik perempuan atau pun lelaki. Semua punya kesempatan yang sama untuk mengecap pendidikan setinggi-tingginya, pada pandangannya.

“Yah, Idar mau sekolah terus sampai kuliah ya, Yah?” Siang itu, saat duduk berdua di dangau dengan ayahnya, Idar kembali mengutarakan hasratnya.

Pak Baha tersenyum sambil menoleh ke arah anaknya yang penuh semangat itu.

“Iya, kamu boleh sekolah setinggi-tingginya. Kamu harus tetap fokus dan rajin belajar dari sekarang. Agar cita-cita dan hasrat kamu itu bisa tercapai satu hari nanti. Ayah akan selalu doakan kamu untuk itu.”

Senyum Idar mengembang selebar-lebarnya. Dia bahagia sekali, ayahnya mendukung apa yang menjadi mimpinya. Dalam hati dia berjanji akan berusaha keras mewujudkannya sebaik mungkin. Dia akan hadiahkan kesuksesannya nanti kepada ayahnya tercinta.

***

Penampakan sebagian rumah tradisional yang diceritakan

Riuh rendah terdengar dari rumah tradisional itu. Rumah panggung yang terbuat dari kayu. Paku penyambung antara bagian balok-balok kayu yang menopang rumah panggung itu pun terbuat dari kayu. Rumah itu terdiri dari lima bagian utama, yang dipisahkan oleh dinding dari anyaman bambu yang rapat dan terlihat kokoh. Di bagian depan ada sebuah serambi, kawasan luas tanpa dinding, hanya ada lantai kayu, yang diberi tiang untuk memberikannya sedikit ketinggian dari tanah. Bagian ini biasanya dipakai untuk tempat berkumpul anak-anak kampung belajar mengaji setiap petang. Di sebelah kanan serambi tersebut, ada tangga menuju ke bagian atas. Ada tiga bahagian di atas ini. Bagian pertama adalah ruangan yang dikhususkan untuk lelaki, bagian tengah adalah ruang tidur utama, yang dinding-dindingnya bisa dibongkar pasang sesuai keperluan. Ada sebuah tempat tidur dengan tiang-tiang besi tinggi di dalamnya. Ditutupi kelambu tipis. Bagian terakhir di atas tersebut adalah ruangan yang dikhususkan untuk perempuan. Di situlah Idar bersama kakak dan adik bungsunya beristirahat setiap malamnya, bersama nenek mereka. Atap rumah ini cukup tinggi. Banyak celah-celah kecil untuk pengaliran udara yang lancar. Setiap malam udara dingin akan senantiasa masuk melegakan ruangan dan menyenyakkan tidur, walaupun selimut harus selalu menjadi teman setia.

Malam itu, Pak Baha sekeluarga sedang berkumpul menyelesaikan makan malam mereka. Ruangan luas beralaskan tanah itu adalah bagian kelima dari rumah tersebut. Terletak di bagian belakang yang tidak berpanggung, yang dihubungkan oleh tangga ke atas. Merupakan ruangan berkumpul keluarga, dengan dapur di salah satu bagiannya. Dapur batu dengan tungku yang tersusun dari batu bata. Dapur yang menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya. Susunan kayu kering terlihat rapi di bawah dapur berketinggian lebih kurang 1 meter dari tanah itu. Di salah satu sisi susunan itu, terlihat juga susunan kulit kelapa kering yang biasanya digunakan sebagai pancingan awal membuat api, sebelum kayu-kayu kering disusun di tungku, agar api bertahan lama. Di bagian atas, biasa disebut para-para, tergantung beberapa gantungan yang terbuat dari tali rami, dengan piring kaleng berisikan ikan yang dikeringkan dan diasapi asap yang keluar dari tungku saat proses memasak dilakukan. Ada 3 tungku di dapur tersebut. Tungku pertama dikhususkan untuk memasak kopi yang menjadi kesukaan Pak Baha. Kopi tersebut dididihkan terus menerus untuk mengeluarkan aroma aslinya. Dimasak dengan api perlahan. Jika hendak diminum, tinggal disaring dan ditambahkan gula. Aroma kopi yang keluar sangat harum dan melegakan. Dua tungku lainnya untuk memasak segala jenis hidangan lainnya.

Idar dan Izah, kakaknya sudah dibiasakan mengurus dapur sejak kecil oleh ibu mereka. Izah tidak memberikan bantahan terhadap aturan ibunya. Sementara Idar sering menunjukkan sedikit ketidaksetujuannya.
                                      
“Ibu, kenapa Ibu tidak menyuruh adik-adik lelaki untuk ikut bersih-bersih juga? Asiik kami berdua saja yang bantu Ibu ….” protes Idar, ketika ibunya menyuruh membersihkan sisa makan malam mereka.

Idar memang paling sering membantah apa yang disuruh ibunya, kalau itu tidak sesuai dengan apa yang dipikirkannya.  Dia memang sangat berterus terang orangnya. Apalagi soal melanjutkan sekolah. Ibunya sering membantah keinginannya itu. Beliau lebih memperhatikan anak-anak lelakinya untuk sekolah setinggi-tingginya. Bu Zuri juga sering membedakan perhatian dan kasih sayangnya antara anak perempuan dan lelaki. Perhatiannya sangat lebih pada anak lelaki pertamanya, Deri, yang merupakan anak ketiganya. Adik langsung di bawah Idar. Di sinilah konflik sering terjadi antara Idar dengan Deri, adik lelakinya itu.

Bersambung ….

Comments

Popular posts from this blog

SUNGAI CHINCHIN, KAMPUNG DI PINGGIR BANDAR

REWANG

BUMBU MI ACEH ALUBU (Review Produk)