IDAR (Part 9)

Bagian 9
Cita-cita di Depan Mata

Setiap kejadian yang dialami seseorang selalu ada hikmah Allah kirmkan bersamanya. Begitu pun dengan perjalanan hidup Idar.  Kehilangan suami dan harus membesarkan tiga anak yang masih kecil sendirian, di usia yang masih sangat muda, di ujung perjalanan berbagai hikmah Dia berikan.

Cita-cita besar yang menjadi igauannya sejak kecil, terpaksa dia kuburkan saat memilih menjaga keluarganya setelah menikah. Dia mengambil keputusan besar dan ikhlas memilihnya. Dia menjalani semua yang Tuhan telah tetapkan dalam perjalanan hidupnya dengan rela hati. Kepasrahannya, kelembutan hatinya itulah kekuatan tiada tandingan bagi penyelesaian masalah-masalah hidupnya.

“Bu, Ibu, aku harus membayar uang praktikum, minggu ini,” Anak tuanya memberitahu.

“Oo, iya? Ok, nanti Ibu kasih ya?”

Begitu salah satu percakapannya dengan anak pertamanya satu waktu. Waktu itu, dia memang tidak mempunyai uang yang cukup untuk langsung memberikan uang yang diminta anaknya itu. Gajinya yang kecil, masa itu, hanya cukup untuk membayar beberapa hutang dan membeli barang dapur. Dia mulai berpikir bagaimana caranya menyelesaikan masalah tersebut. Dia punya sedikit simpanan untuk keperluan darurat, terutama jika ada di antara mereka yang sakit. Mungkin dia bisa menggunakan uang itu terlebih dahulu dan akan menggandakan simpanannya bulan depan. Hidup dengan gaji pas-pasan, saat itu, menuntut Idar lebih ketat mengatur pengeluarannya.

***

“Ibu, Ibu, lihat ini rapotku,” Rena berlari-lari kecil menunjukkan hasil belajarnya semester ini.
Hasilnya cukup memuaskan. Kejadian-kejadian begini yang sangat membahagiakannya. Hilang semua rasa penat lelahnya selama ini. Hilang semua ketakutan dan keraguan akan kemampuannya menjalankan amanah yang dipesankan suaminya. Rasa syukur selalu dia panjatkan ke hadirat Allah atas semua karunia, sehingga dia mampu dan bertahan dengan semua permasalahan yang harus dilalui.

Hidup sebagai single parent, selalu ada riak-riak yang kadang-kadang melemahkan, Air mata yang tumpah sudah tidak terkirakan. Akan tetapi, Idar tidak pernah menampakkan semua itu kepada anak-anaknya. Izah, kakaknya tempat dia mengadu. Izah telah menikah dan tinggal satu kawasan dengan tempat tinggalnya. Suaminya juga mengajar di universitas dalam kampus tersebut.

***

Cita-cita masa kecil Idar untuk sekolah setinggi-tingginya, mulai menampakkan titik terang, saat dia sudah mulai bekerja setelah kehilangan suaminya. Tuntutan untuk meningkatkan pendapatan, membuat Idar ingin menyambung kuliahnya. Akhirnya dia mendaftarkan diri ke universitas dan memilih jurusan yang pernah dipelajari suaminya dulu. Dia berpikir keefektifitasnya saat itu, karena buku-buku peninggalan suaminya yang cukup banyak dapat dia gunakan nantinya. Di samping itu dia juga meminati ilmu tersebut dan cukup sesuai dengan materi-materinya. Dia mengiuti tes bersama pelajar-pelajar baru. Masa itu belum ada ketentuan umur untuk memasuki universitas negeri seperti saat ini. Tiba waktunya Idar mulai memasuki alam perkuliahan dengan sebagian pelajar-pelajarnya berusia semuran anaknya.

Belajar di usia yang tidak muda lagi memiliki tantangan tersendiri. Namun itu bukan halangan bagi Idar, karena dia tetap punya semangat yang tinggi seperti biasanya. Meski tertatih-tertatih, bekerja, mengurus keluarga dan kuliah dijalaninya dengan baik. Kuliahnya selesai sedikit lewat dari waktunya, tapi tidaklah terlalu lama dari waktu seharusnya. Ramai kawan-kawan yang membantunya menyelesaikan tugas-tugas dan skripsi di tahap akhir. Idar yang baik hati dan ramah, dengan ramai orang, memudahkannya menerima bantuan dari teman-temannya. Siapa saja ringan tangan membantunya. Tidak hanya teman-teman kuliah, tetapi juga teman, tetangga, dan saudara. Jika teman-teman yang lain, saat wisuda dihadiri oleh orang tua mereka, maka Idar ditemani anak sulungnya, yang waktu itu sudah kuliah. Sungguh anugerah indah yang dipinjamkan Tuhan padanya.

***

Idar telah berhasil menggapai cita-citanya untuk meraih gelar sarjana. Walaupun semua itu tercapai di usianya yang tidak muda lagi. Begitulah Tuhan bekerja. Selalu ada masa dan waktu yang tepat bagi sesuatu itu terjadi. Sama halnya dengan apa yang Idar alami saat itu. Peluang untuk mempunyai pendapatan lebih tinggi dapat tercapai dengan naiknya pangkat dan golongannya. Perekonomian keluarga semakin membaik. Idar sudah tidak perlu lagi sering meminjam ke teman, tetangga atau saudara untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Malah keadaan sekarang, justru Idar sangat ringan dan murah hati menolong teman, tetangga, atau pun saudara yang membutuhkan bantuan.Dia tidak akan pernah lupa betapa besarnya jasa-jasa orang sekelilingnya untuk keberhasilan hidupnya saat ini.

Satu per satu anak-anaknya pun memasuki alam perkuliahan. Mereka pun menyelesaikan  kuliah masing-masing dengan baik.

“Alhamdulillah, Kakak sudah menyelesaikan kuliah. Semoga Kakak terus sukses menggapai mimpi-mimpi Kakak berikutnya.” Begitu pesan Idar kepada anak sulungnya, saat dia menyelesaikan ujian sidangnya.

Idar begitu bahagia melihat anak-anaknya tumbuh dan berkembang dengan baik. Dia sangat bersyukur dengan semuanya. Allah telah memberikan yang terbaik untuk hidupnya. Meskipun tidak sedikit cobaan yang perlu dijalani, tetapi itulah yang menempa dan mendewasakannya.

Bersambung ….

Comments

Popular posts from this blog

SUNGAI CHINCHIN, KAMPUNG DI PINGGIR BANDAR

INFINITY

FENOMENA BEBEK SINJAY: Bangkalan vs Pandan Indah